Peralatan penunjang dalam satu proyek bisa dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
1. Peralatan standar teknisi (tools kit).
2. Alat bantu utama, seperti tangga dan scaffolding.
3. Alat keselamatan kerja, semisal helmet, gloves, goggle dan boots.
Tidak
dipungkiri lagi, bahwa minimnya peralatan merupakan kendala bagi
keberhasilan satu proyek, termasuk instalasi Alarm dan camera CCTV di
tempat-tempat yang tinggi. Di sini, kelancaran logistik menjadi penting,
terlebih lagi di kota-kota besar dimana tingkat kemacetan lalu
lintasnya sangat tinggi. Lancarnya pasokan peralatan penunjang diyakini
menjadi penentu kinerja teknisi lapangan. Menunggu peralatan datang
lebih melelahkan ketimbang pekerjaannya itu sendiri. Oleh sebab itu
untuk urusan se-krusial ini seyogianya ditunjuk satu orang
koordinator yang tugasnya khusus mengatur pengiriman logistik dan
mengatur tempat penyimpanannya di lapangan. Ini memerlukan kecakapan khusus
yang tidak setiap teknisi bisa melakukannya, sehingga tidak berlebihan
kiranya jika kami menempatkannya sebagai faktor penentu keberhasilan
proyek. Koordinator yang ditujuk bisa bersifat sementara (temporer), yaitu selama proyek berlangsung atau sudah merupakan bagian dari struktur organisasi perusahaan (vendor).
Peralatan
penunjang standard tidak selalu harus mahal. Asalkan memenuhi kriteria
minimal, maka ia merupakan aset teknisi yang berharga. Sebut saja mesin
bor listrik (yang sering jadi rebutan teknisi!), maka menyediakan dua
atau tiga mesin bor sekaligus nilainya masih terbilang "kecil"
dibandingkan dengan kecepatan waktu yang didapat. Demikian pula dengan
mata bor yang nilainya tidak seberapa dibandingkan dengan molor-nya proyek yang berujung pada penalty!
Peralatan lain yang penting adalah tang pemotong kabel dan obeng,
inipun nilainya tidak seberapa dibandingkan dengan total proyek.
Kesimpulan kami, vendor sebaiknya jangan segan untuk mengeluarkan biaya extra untuk hal sekecil ini, karena akan berdampak luar biasa pada hasil akhir. Oleh sebab itulah, di sini fungsi seorang koordinator lapangan menjadi teramat penting.
10. Lemahnya Pengawasan dan Pencatatan Progres Pekerjaan
Penyebab terakhir adalah lemahnya pengawasan dan pencatatan mengenai progres pekerjaan. Ini biasa terjadi pada vendor baru
dengan jumlah SDM yang minim. Akibatnya, satu orang memegang jabatan
rangkap, bisa dua bahkan tiga, yaitu sebagai teknisi, supervisor
sekaligus juga sebagai koordinator. Fenomena one man show ini
menyebabkan lemahnya kendali di lapangan, sebab bagaimana mungkin
pekerjaan yang sifatnya berbeda bisa dilakukan oleh satu orang? Tugas
Teknisi (installer) adalah menarik kabel dan memasang unit, tugas
Supervisor adalah memastikan agar teknisi bekerja sesuai dengan desain,
sedangkan Koordinator bertanggungjawab atas kelancaran peralatan dan
material penunjang. Sedikit sekali orang yang bisa melakukan three in one ini
sekaligus, sehingga tidak heran jika kami memasukkannya ke dalam faktor
penyebab kegagalan satu proyek. Saran kami, fokuskanlah setiap
pekerjaan kepada satu orang yang benar-benar cakap dalam
melaksanakannya.
Penutup
Apa yang telah kami paparkan di atas, semuanya merupakan fenomena yang bisa menimpa siapa saja, baik vendor skala besar, menengah maupun kecil. Perbedaannya hanya terletak pada point mana dan dengan intensitas yang bagaimana. Jika kita menginginkan proyek instalasi Alarm dan CCTV
kita berakhir baik, maka seyogianyalah ke-10 faktor tersebut diwaspadai
sejak awal. Walaupun umpamanya saja dari yang sepuluh itu, hanya ada
satu aspek yang menimpa, maka "sinyal-sinyal kegagalan" sudah ada di
depan mata. Believe it or not?