6. Time Schedule yang Dipaksakan
Terlepas dari soal ditaati atau tidak, Time Schedule selalu harus ada dalam setiap proyek, karena ini menyangkut tenggat waktu selesainya proyek (deadline). Selain itu Time Schedule ini berguna untuk menghindari miskoordinasi dengan subkon lain. Dalam menyusun time schedule ini pihak vendor kadangkala melakukan hal-hal yang tidak rasional, seperti menyanggupi satu pekerjaan berat bisa diselesaikan hanya dalam waktu satu-dua hari saja. Padahal normalnya bisa memakan waktu satu minggu atau bahkan lebih. Akibat adanya pemaksaan ini, tidak jarang resource yang adapun akan terkuras habis. Supervisor Lapangan akan "kelimpungan" melakukan koordinasi sana-sini. Lebih jauhnya adalah pekerjaan menjadi terkesan asal jadi yang dalam kadar tertentu bisa menimbulkan efek buruk di kemudian hari. Salah satunya adalah tingginya panggilan servis (high service call) yang sudah barang tentu hal ini akan membebani biaya operasional perusahaan di kemudian hari. Oleh sebab itu dalam menyusun time schedule ini seyogianya vendor bisa mengukur kekuatan resource yang ada. Apabila perlu vendor bisa mengambil resource dari pihak lain (outsourcing) sebagaimana sering kami jumpai pada vendor-vendor papan atas, yang boleh jadi termasuk perusahaan anda. Jika mengambil outsourcing ini yang diputuskan, maka faktor Supervisi akan menjadi penentu bagi kesuksesan proyek.
Rapat koordinasi yang singkat, namun dilakukan secara kontinyu -kami yakini- akan lebih memberikan hasil gemilang ketimbang rapat panjang yang seringkali ngalor-ngidul. Penting pula ditekankan, bahwa rapat adalah keputusan bersama, sehingga apapun resikonya satu bagian tidak saling menyalahkan bagian lain. Justru yang dikehendaki adalah sebaliknya, yaitu satu bagian saling melengkapi kekurangan bagian lain ibarat satu tim sepakbola. Maka, di sini faktor profesionalitas menjadi ukuran, apakah seorang staf termasuk pihak yang cenderung menyalahkan pihak lain atau yang memberi solusi.
Terlepas dari soal ditaati atau tidak, Time Schedule selalu harus ada dalam setiap proyek, karena ini menyangkut tenggat waktu selesainya proyek (deadline). Selain itu Time Schedule ini berguna untuk menghindari miskoordinasi dengan subkon lain. Dalam menyusun time schedule ini pihak vendor kadangkala melakukan hal-hal yang tidak rasional, seperti menyanggupi satu pekerjaan berat bisa diselesaikan hanya dalam waktu satu-dua hari saja. Padahal normalnya bisa memakan waktu satu minggu atau bahkan lebih. Akibat adanya pemaksaan ini, tidak jarang resource yang adapun akan terkuras habis. Supervisor Lapangan akan "kelimpungan" melakukan koordinasi sana-sini. Lebih jauhnya adalah pekerjaan menjadi terkesan asal jadi yang dalam kadar tertentu bisa menimbulkan efek buruk di kemudian hari. Salah satunya adalah tingginya panggilan servis (high service call) yang sudah barang tentu hal ini akan membebani biaya operasional perusahaan di kemudian hari. Oleh sebab itu dalam menyusun time schedule ini seyogianya vendor bisa mengukur kekuatan resource yang ada. Apabila perlu vendor bisa mengambil resource dari pihak lain (outsourcing) sebagaimana sering kami jumpai pada vendor-vendor papan atas, yang boleh jadi termasuk perusahaan anda. Jika mengambil outsourcing ini yang diputuskan, maka faktor Supervisi akan menjadi penentu bagi kesuksesan proyek.
7. Minimnya Rapat Koordinasi
Kami menyadari sepenuhnya bahwa rapat koordinasi merupakan bagian penting untuk menyelaraskan irama pekerjaan. Rapat yang konsisten diyakini akan meminimalkan kesalahan antar lini dan lebih meningkatkan intensitas pengawasan. Hal ini pada gilirannya akan menghasilkan kerja gemilang. Namun, kadangkala vendor terlalu berkonsentrasi pada aspek lapangan saja, sehingga aspek non-teknis ini diabaikan, bahkan menganggapnya tidak penting. Padahal mendalami dulu konsep kerja jauh lebih baik ketimbang langsung terjun ke lapangan. Ibarat satu tim sepakbola tanpa pelatih dan kapten kesebelasan, maka permainan pasti akan mengalami blunder akibat koordinasi antar lini yang rapuh. Demikian pula ibarat sepasukan tempur yang langsung diterjunkan ke medan perang, tanpa diberi pengarahan dulu oleh komandannya mengenai kondisi medan berikut kendalanya. Sudah bisa dipastikan, baik tim sepakbola ataupun pasukan tempur tadi akan mengalami blunder di lapangan, bukan? Faktor inilah yang penting diperhatikan dan diwaspadai oleh vendor.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa rapat koordinasi merupakan bagian penting untuk menyelaraskan irama pekerjaan. Rapat yang konsisten diyakini akan meminimalkan kesalahan antar lini dan lebih meningkatkan intensitas pengawasan. Hal ini pada gilirannya akan menghasilkan kerja gemilang. Namun, kadangkala vendor terlalu berkonsentrasi pada aspek lapangan saja, sehingga aspek non-teknis ini diabaikan, bahkan menganggapnya tidak penting. Padahal mendalami dulu konsep kerja jauh lebih baik ketimbang langsung terjun ke lapangan. Ibarat satu tim sepakbola tanpa pelatih dan kapten kesebelasan, maka permainan pasti akan mengalami blunder akibat koordinasi antar lini yang rapuh. Demikian pula ibarat sepasukan tempur yang langsung diterjunkan ke medan perang, tanpa diberi pengarahan dulu oleh komandannya mengenai kondisi medan berikut kendalanya. Sudah bisa dipastikan, baik tim sepakbola ataupun pasukan tempur tadi akan mengalami blunder di lapangan, bukan? Faktor inilah yang penting diperhatikan dan diwaspadai oleh vendor.
Rapat koordinasi yang singkat, namun dilakukan secara kontinyu -kami yakini- akan lebih memberikan hasil gemilang ketimbang rapat panjang yang seringkali ngalor-ngidul. Penting pula ditekankan, bahwa rapat adalah keputusan bersama, sehingga apapun resikonya satu bagian tidak saling menyalahkan bagian lain. Justru yang dikehendaki adalah sebaliknya, yaitu satu bagian saling melengkapi kekurangan bagian lain ibarat satu tim sepakbola. Maka, di sini faktor profesionalitas menjadi ukuran, apakah seorang staf termasuk pihak yang cenderung menyalahkan pihak lain atau yang memberi solusi.
8. Minimnya Penguasaan Teknik Instalasi yang Benar
Faktor ini sifatnya relatif
bagi setiap perusahaan. Perusahaan dengan SDM yang "mumpuni" tentu bisa
mengatasi persoalan ini dengan mudah. Berbekal pengalaman yang matang
di berbagai proyek, maka seorang teknisi (installer) seharusnya akan
semakin mantap di bidangnya. Namun, kenyataan bisa menjadi lain
manakala ia menghadapi situasi yang tidak biasa. Irama pekerjaan yang
bertensi tinggi, dikejar-kejar deadline, rapuhnya koordinasi antar lini, lambatnya suplai kabel dan material bantu ke lapangan dan sebagainya, seringkali membuat installer jenuh dan blunder di lapangan. Jika
ini terjadi, maka penguasaan instalasi yang benar menjadi taruhannya.
Pekerjaan dilakukan ala kadarnya, tanpa mengindahkan aspek teknis dengan
sempurna. Ini bisa menimpa siapa saja, tak terkecuali installer senior sekalipun. Vendor
perlu mewaspadai hal ini sejak dini. Salah satunya adalah dengan
meningkatkan koordinasi antar lini seperti telah kami uraikan di atas
atau bisa pula dengan cara memberi intensif kepada teknisi yang memiliki kemampuan lebih dan menunjukkan konsistensi terhadap pekerjaannya.